Stay Strong, Peet! - Diary Ayuk Hartini
...

Stay Strong, Peet!

Let’s just call her Peet instead of her real name.

Saat ribuan pasang kaki menari di bawah sinar mentari, dia terlihat asyik duduk menyendiri sambil memegang dan memainkan game watch hadiah dari ayahnya malam tadi. Usianya sudah sepuluh, tapi jangan salahkan ia jika masih belum mengeluarkan sepatah katapun bahkan ketika merasa sakit atau kelelahan. Dunia menyebutnya kesulitan berkomunikasi, keluarganya menyebutnya bahasa kasih sayang, Karena memang hanya yang mengerti kasih sayanglah yang dapat berkomuikasi dengannya. Tidak, ini bukan kekurangan, tapi kelebihan yang tidak bisa dibaca oleh semua orang.

Hari minggu itu, aku menemaninya dan keluarganya melihat pentas lumba-lumba di kota. Di antara ribuan tepuk tangan dan riuh penonton menyambut lumba-lumba melompati lingkaran dengan indah, Peet  tak bersuara sedikitpun. Bukan karena tidak suka, aku yakin ia mempunyai cara pandang yang berbeda. Mungkin terselip keinginannya untuk turut berenang bersama lumba-lumba, merasakan sejuk air di seluruh tubuhnya, melupakan segala tatapan panas dunia kepadanya. Atau mungkin, ia merasakan kesedihan di balik tiap lompatan lumba-lumba, yang mampu menjemput makanan hanya jika mereka telah membuat penonton senang. Atau, merasakan keterbatasan lumba-lumba di kolam buatan yang sempit saat seharusnya mereka dapat tertawa lepas, berenang tanpa batas di laut lepas. Seperti itu pula seharusnya Peet. Tapi dunia tak sepenuhnya bisa menerimanya, maka dari itu ia menciptakan dunianya sendiri, yang tidak semua orang mengerti, dan tak harus dimengerti.

Ia tak pernah menangis, mungkin ia kecewa, tapi ia tak pernah menyalahkan Tuhan. Apalagi menyalahkan ibu yang melahirkannya dalam keadaannya seperti ini. Bahagianya terpancar saat menyanyikan nada-nada kesukaannya. Menyanyikan nada pa-pi-po-pa-pi-po berulang kali sambil berputar-putar dan sesekali berhenti menghisap susu dari botolnya. Tak ada yang sanggup menghentikan kecuali dirinya sendiri saat sudah merasa kelelahan. Peet tetap terlihat kuat, meski mungkin tiap sentuhan adalah menyakitkan. Keahliannya adalah menyembunyikan keluh dan rasa sakit bahkan ketika tubuhnya menolak untuk terus menjadi kuat. Ia menggigil, meriang, kadang kejang-kejang. Tetap tak sedikitpun ia menangis. Mungkin air matanya disalurkan melalui mata ibunya, menetes deras dari mata iba ibunya.

Masa depan? Entahlah. Baginya bisa bertahan dan tetap kuat saja sudah luar biasa. Sudah merupakan pencapaian maksimal ketika ia mampu menyelesaikan level terakhir di seluruh permainan di game watch kecilnya yang kakaknya bahkan sudah (sengaja) menyerah di level tiga. Tidur dan makan teratur baginya, sudah mampu menciptakan surga kecil bagi keluarga. Menjadi kuat adalah pilihannya, seberat dan sekuat apapun dunia coba melemahkannya.

Stay strong, Peet! and the world will also be strong.


#PeopleAroundUs Day 7

2 Komentar untuk "Stay Strong, Peet!"

  1. sebenarnya apa yg sedang terjadi terhadap peet, mbak?

    BalasHapus
  2. Peet dilahirkan sebagai seorang autis. Yang jarang sekali berbicara bahkan ketika dia sedang sakit. Jadi kadang keluarganya susah mengetahui apa yang dirasakan Peet.

    BalasHapus

Iklan Bawah Artikel