Mentari Negeri Ini - Diary Ayuk Hartini
...

Mentari Negeri Ini


“Kak Zamas, ini kakak baru ya? Namanya siapa?” tanya seorang murid CSC (Children Study Club) pada Zamas, salah satu dewan guru di situ.
“Ini namanya Kak Ayuk, nanti kalau mau belajar Bahasa Inggris sama Kak Ayuk saja, ya”

**************************************************************************

Petang itu setelah sholat Isya sekitar pukul 19.00 malam, di hari kedua Children Study Club (CSC) mulai aktif, saya bergabung menjadi salah satu dewan guru. CSC adalah tempat belajar non-profit yang dibentuk oleh beberapa mahasiswa yang ingin membagi ilmunya kepada anak-anak sekolah yang ingin belajar tambahan tanpa harus mengeluarkan uang.

Murid-murid CSC sangat bersemangat, belajar dengan Kakak-kakak yang mengajar dengan sepenuh hati. Suasana dibuat senyaman mungkin, tidak seformal seperti di bimbingan belajar pada umumnya. Terlihat Zamas, sedang dengan serius mengajar murid yang ingin belajar IPS, karena memang Zamas kuliah jurusan ilmu Sosial Politik, jadi untuk murid yang ingin belajar IPS bisa langsung menemuinya.

Entah saya yang cengeng atau apa, tapi tak terasa air mata saya meleleh melihat dewan guru dan murid yang sedang belajar tersebut. Zaman sekarang ini, pelajaran anak sekolah amat susah. Belajar sendiri di rumah kadang tidak cukup.Namun, untuk mendapat bimbingan belajar di luar sekolah, biayanya sangat mahal. Di bimbingan belajar sebut saja P, awal belajar saja mencapai ratusan ribu bahkan jutaan untuk satu semester, dan tidak semua orang tua mampu membiayai anaknya untuk bimbingan belajar semahal itu. Bisa sekolah saja sudah Alhamdulillah. Tergerak dari hati nurani dan keprihatinan atas salah satu isi UUD 1945 yang berisi : “Mencerdaskan kehidupan bangsa”, juga terilhami oleh salah satu buku Eko Prasetyo yang berjudul “Orang Miskin Dilarang Sekolah”, akhirnya dibentuklah Children Study Club ini.

Saya sangat terharu dengan kegigihan dewan guru CSC yang dengan sukarela mengajar tanpa imbalan. Juga dengan semangat murid-murid CSC yang ingin belajar dengan giat. Murid-murid ini memang tergolong  tidak mampu untuk mengambil bimbingan belajar di luar sekolah yang sangat mahal, bahkan bermimpi saja mereka tidak berani. Tapi ini masih belum seberapa, murid-murid ini masih tergolong beruntung, di beberapa tempat di Indonesia masih jauh lebih banyak yang kurang beruntung untuk mampu mendapatkan pendidikan. Mulai dari yang harus menyeberang sungai dengan jembatan dan arus yang sangat deras, tidak peduli seragam dan ruang kelas (karena memang tidak ada) untuk belajar, bahkan ada yang tidak mampu mengenyam pendidikan sekalipun. Mereka adalah mentari. Mentari yang menyala di sini, di negeri ini. Mentari untuk menyinari bangsa ini agar tidak semakin redup tergerus ketertinggalan dengan bangsa lain yang kian maju. Mentari yang membakar semangat untuk terus belajar meski keadaan kian sulit dan bahkan tidak memungkinkan. Mentari yang tetap menyala, di dasar hati mereka masing-masing

*****************************************************************************

“Adik-adik, sudah jam delapan, belajar hari ini sudah dulu ya, besok belajar lagi. Sekarang ayo ke kelas depan untuk menyanyi sebelum pulang, kak Zamas punya  lagu baru, nih”


Mentari

Mentari menyala di sini, di sini, di dalam hatiku
Gemuruhnya sampai di sini, di sini, di dalam hatiku
Meskipun tembok tinggi, mengurungku, belapis baja di sekitarku
Tak satupun yang sanggup, menghalangiku, menyala di dalam hatiku
Hari ini jadi milikku, entah esok pasti terbentang
Dan mentari kan tetap menyala, di sini, di urat nadiku
Di sini, di urat nadiku, di sini di hati kawan-kawanku



#PeopleAroundUs Day 11

Belum ada Komentar untuk "Mentari Negeri Ini"

Posting Komentar

Iklan Bawah Artikel