Selamat Tinggal, Sesal - Diary Ayuk Hartini
...

Selamat Tinggal, Sesal

Pandanganku tertuju pada sekumpulan awan berarak menjadi sekumpulan kenangan tentangmu. Aku bersama mereka, bersama kumpulan awan yang menggumpal yang sebentar lagi akan pecah menghujani rindu yang mengering semenjak kepergianmu. Atau lebih tepatnya, aku yang memilih untuk pergi.

Pernah ada masa ketika tawaku pecah bersama hujan yang turun memekarkan bunga-bunga di binar matamu. Di elok lekuk tubuhmu aku menanam bahagia, yang kupupuk dengan doa-doa agar tumbuh segera setelah hujan pergi berganti pelangi. Lalu kita menari, membelah genangan air di ceruk tanah dan merasakan sejuk angin yang membalut raga kita di antara lampu-lampu taman. Kemudian hujan berhenti, segera pergi setelah gagal membuat kita menggigil. Kau dekap tubuhku erat, mata kita bertemu, sangat dalam, kulihat diriku ada di dalam matamu, membias, menampakkan keberadaanku di dalam relung jiwamu. Bibir kita mengucap doa dan janji, untuk tak pergi, tak saling menyakiti, walau apapun yang terjadi. Hingga petir mencibir, menyudahi doa dan janjji kita sebelum sempat mengucap amin.

Rasanya baru hari ini kita menari mengucap janji tak saling menyakiti, baru hari ini, sebelum sempat aku menngeringkan bekas anak-anak hujan yang dilahirkan kebahagiaan. Aku masih basah, kau masih basah. Tapi basahmu tak lagi atas keriangan hujan yang menyejukkan, melainkan tangis yang tumpah atas segala salah dan amarah. Apa arti sumpah serapah jika secepat ini kau menyerah. Ketiadaanku sebentar, menghadirkan tawa lain di bibirmu. Bukan lagi karenaku. Aku menyesal mengutuk petir yang hadir sebelum doa kuamini. Doa dan janji itu tak beralamat langsung kepada Tuhan, mungkin mereka mati bersama segelintir anyelir yang tak lagi tumbuh di taman kota. Mati sebelum diamini.

Sebut aku pengingkar janji karena memilih pergi, tapi bukankah kau juga mengingkari janji untuk tak saling menyakiti? Aku lelaki, tak berarti aku tak bisa sakit hati. Harga diri bagiku adalah harga mati. Ragaku tegak berdiri meski hatiku telah mati. Aku dibunuh gemuruh cemburu, ditikam tajam rasa malu. Dengan atau tanpaku, kau telah memilih. Aku harus pergi. Entahlah, mungkin aku akan kembali suatu hari nanti, tapi tidak untukmu, tidak untuk siapapun. Selamat tinggal, sesal.

#PeopleAroundUs Day 13.

1 Komentar untuk "Selamat Tinggal, Sesal"

Iklan Bawah Artikel