Perjalanan Pertama Menuju Sembalun - Diary Ayuk Hartini
...

Perjalanan Pertama Menuju Sembalun

Sembalun adalah nama sebuah tempat di kaki gunung Rinjani, Lombok. Saya pertama berkunjung ke Sembalun tahun 2011, saat sedang libur kuliah. Kakak perempuan saya beserta anak dan suaminya tinggal disini, buka usaha toko keperluan sehari-hari. Karena tidak biasa liburan ke suatu tempat sendirian, jadi saya memutuskan untuk ke Sembalun karena ada kakak yang tinggal disitu.

September 2011, pengalaman pertama terbang  dengan maskapai waktu itu Lion Air. Pada awalnya saya merasa aneh karena di usia dua puluh baru naik pesawat. Sempat bingung juga benda apa saja yang boleh dibagasikan dan tarif bagasi berapa. Karena takut biaya bagasi mahal, akhirnya saya naik pesawat dengan koper super berat, kardus cokelat (berisi beberapa baju dan benda titipan ibu untuk kakak dan keponakan) dan  dan satu tas pinggang kecil tempat dompet, ponsel dan boarding pass. Membawa itu saja saya sudah kepayahan, apalagi waktu itu eskalator dari lantai satu ke gate ruang tunggu sedang rusak, sayapun teramat payah menuju ruang tunggu hingga naik tangga ke pesawat.

Belum sampai di situ saja, saya juga tidak memperhatikan pramugari saat memperagakan cara pemasangan sabuk keselamatan. Saya bolak-balik besi dan pengeratnya, ternyata salah, kemudian penumpang berjilbab yang duduk di sebelah saya tahu bahwa saya kebingungan. Dia pura-pura melepas sabuk keselamatannya untuk kemudian memakainya kembali agar saya bisa memperhatikan bagaimana cara memakainya. Dia memakainya tanpa bicara bicara sepatah katapun, mungkin karena tidak ingin membuat saya malu atau kampungan. Terima kasih banyak. :)

Sampai di Bandara Internasional Lombok di Praya, saya membawa koper di tangan kanan sambil mendorongnya, sedangkan kardusnya saya jinjing di tangan satunya. Saat sedang mendorong koper, roda di bawah koper pecah! Ah! Kenapa harus pecah, sih? mendorong koper berat ini saja sudah susah, lalu kalau roda koper pecah, bagaimana membawanya? Kemudian saya mengangkat koper dan mendorong bagian bawahnya dengan kaki, tiap beberapa langkah sekali hingga keluar ruang kedatangan.

Alhamdulillah, saya sudah dijemput kerabat saya, Eka. dengan wajah sumringah Eka teriak memanggil saya “Mbak Ayuuuuuuuk!!” lalu saya dipeluk. Maklum, terakhir bertemu sudah agak lama, jadi wajar saja jika kami saling memeluk melepas rindu. Eka menjemput saya dengan dua sepupu laki-lakinya. Oh My God! ternyata saya dijemput dengan motor. Apa tidak susah membawa koper besar dan kardus dengan motor? Tapi mau bagaimana lagi? Akhirnya saya dibonceng oleh sepupu Eka, namanya Uyok, dan Eka dibonceng sepupu satunya (lupa namanya siapa) dengan membawa koper saya yang berat itu.

Karena ini pertama kalinya saya ke Lombok, saya benar-benar tidak tahu kalau jarak bandara ke Sembalun memakan waktu 3 jam lebih. Di tengah perjalanan, tepatnya di Pasar Selong, motor Eka berhenti. Ternyata Eka  tidak bisa mengantar saya sampai ke Sembalun karena jarak masih jauh dan besok pagi dia masih ada jadwal PPL disekolah tempat dia magang. So, koper dioper ke motor saya dan Uyok, Koper ditaruh depan, kardus di tengah antara saya dan Uyok. Perjalanan ke Sembalun kami lanjutkan berdua. Sampai di pertigaan Suela, Uyok berhenti dan memberikan jaketnya untuk kepada saya.

“ini, pake jaketku, sebentar lagi kita akan lewat hutan, naik, jalan berliku dan dingin”

“Ah, gak apa-apa kok, kamu pake aja jaketmu.”

“Nanti kamu kedinginan, loh. Ini aku serius, dingin banget nanti”

Saya mengangguk dan memakai jaketnya.Ternyata Uyok memang tidak bercanda, dingin sedingin-dinginya sepanjang perjalanan, gigi gemeletuk tidak karuan, ditambah lagi,medannya sangat curam. Selama ini curam bagi saya adalah perjalanan dari Jombang ke Malang dengan jalan yang berliku dengan jurang ditepinya. Tapi jalur dan medan ke Malang terasa tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan jalur dan medan ke Sembalun. Jika jalur ke Malang berliku, maka jalur menuju Sembalun adalah berliku-liku-like. Tepinya pun tidak main-main, benar benar curam dan jurang.

But among all of those difficulties, pemandangannya sungguh luar biasa indah. Tidak hanya ada satu bukit, tapi hampir lebih dari 3 bukit yang kami lewati. This is why  jalur yang harus ditempuh berliku-liku, karena banyak bukit dan Sembalun terletak di tengah-tengah beberapa bukit, tepat di bawah kaki gunung Rinjani.

Perjalanan melewati bukit dan hutan yang dingin diiringi oleh mulut saya yang tak henti gemeletuk kedinginan juga oleh do’a yang saya gumamkan selama perjalanan. Do’a semoga kami selamat sampai tujuan, motor tidak mogok, tidak kehabisan bensin, tidak kemalamaman, dsb.

Motor sampai di tebing yang paling tajam, tingkat kemiringannya mungkin sampai 90 derajat. Saya berpegang ke pinggang Uyok lebih erat lagi, setelah melewati kemiringan yang membuat saya merem-melek, Uyok menepi. Oh, ternyata ini yang namanya bukit Pusuk, pemandangan dari bukit ini sungguh luar biasa. Seluruh desa Sembalun terlihat dari atas sini, kadang juga banyak monyet liar yang keluar meminta makanan ke pengunjung, kami berhenti sebentar untuk narsis dengan background super indah ini. Setelah puas foto-foto, kami lanjut perjalanan, 15 menit kemudian sampai juga dirumah kakak saya. Saya langsung dipeluk. Bertemu saudara setelah lama tidak bertemu sungguh mengharukan.



Dingin-dingin tetap narsis X)

pemandangan dari bukit Pusuk, indah ya?


Belum ada Komentar untuk "Perjalanan Pertama Menuju Sembalun"

Posting Komentar

Iklan Bawah Artikel