Piagam Penghargaan
DIRGAHAYU, INDONESIA!
Karena hari ini bertepatan dengan
HUT RI yang ke 68, saya ingin berbagi cerita tentang pengalaman saya menjadi
petugas PASKIBRA. Tadi sore saat saya melihat acara penurunan bendera merah
putih di istana negara, saya jadi ingat, saya pernah menjadi petugas
PASKIBRA, tapi bukan tingkat nasional, melainkan tingkat kecamatan. Hehe. Saya
kemudian mencari piagam penghargaan saya, apakah masih ada atau saya lupa
menaruhnya dimana. Akhirnya saya temukan di dalam kumpulan berkas-berkas ijazah
saya.
Pada tahun 2004 silam, saat saya
masih kelas satu SMA, saya didaulat untuk menjadi salah satu petugas Pasukan
Pengibar Bendera atau lebih dikenal dengan PASKIBRA untuk upacara peringatan
HUT Indonesia ke 59. Ke 59? Sekarang Indonesia sudah berusia 68, berarti itu
sekitar 9 tahun lalu, berarti saya sudah tu…. Ah, sudahlah! Saya dipilih karena
saya cukup tinggi. Iya, syarat mutlak untuk menjadi PASKIBRA memang harus
memiliki tubuh yang tinggi.
Pelatihan PASKIBRA dilakukan sejak sebulan
sebelum tanggal 17 Agustus. Saya mengikuti latihan sekitar 3 kali dalam
seminggu, setiap pagi jam pelajaran sekolah dimulai hingga pukul 11 siang.
Awalnya saya sangat antusias sampai pada akhirnya saya sadar bahwa saya harus
rela ketinggalan beberapa mata pelajaran selama sekitar satu bulan, saat ada PR
saya selalu telat mengumpulkan, saat ditunjuk kedepan oleh guru untuk
menjelaskan, saya tidak mengerti. Lalu saya menggerutu dalam hati, menyesal karena
besedia menjadi PASKIBRA. Tidak hanya itu, saya juga harus menjalani latihan
dibawah terik matahari selama satu bulan, yang konsekuensinya tentu saja, kulit
saya hitam terbakar matahari. Saya kembali menggerutu dalam hati. Kami dilatih
oleh tentara dari KORAMIL kecamatan, langsung orang militer dan dengan cara
militer. Pelatihannya sangan melelahkan, latihan terus diulang-ulang saat
terjadi kesalahan, seperti : barisan kurang rapi, langkah kaki tidak sama, badan
kurang tegap, posisi istirahat-di-tempat yang kurang sempurna, dll. Saya terus
saja mengeluh, walaupun saya terbiasa dengan baris-berbaris di pramuka, tapi
pelatihan ini sungguh melelahkan.
Pasukan PASKIBRA dibagi menjadi
tiga, pasukan 17, pasukan 8 dan pasukan 45. Saya dimasukkan ke dalam pasukan 45
yang posisinya paling belakang, saya kembali menggerutu, mengapa tidak ke
pasukan 17 atau 8 saja, di depan, bisa terlihat banyak orang. Tapi apa boleh
buat, saya harus terima keputusan. Saya tidak mengerti apa arti menjadi
PASKIBRA, hingga pada hari H tanggal 17 agustus saat upacara berlangsung, saya
mulai tegang. Tubuh saya seketika merinding mendengar lagu Indoneia Raya
dinyanyikan, mata saya tertuju pada bendera yang dinaikkan, telinga saya
mendengar iringan lagu yang dinyanyikan, hati saya terharu. Lalu saya terbayang
betapa susahnya pahlawan dan pejuang yang berjuang di medan perang untuk bisa
menaikkan bendera pertanda kemerdekaan. Mana ada orang yang tetap maju dengan
resiko tertembus peluru hanya dengan berbekal bambu runcing saat musuh sudah
canggih dengan senjata? Rela kehilangan nyawa kapan saja untuk bisa merdeka,
dan warna bendera merah putih itu benar-benar luar biasa. Merah untuk semangat
pantang menyerah walau harus mengeluarkan darah, putih untuk kesungguhan hati
dan niat yang suci untuk membela negeri. Saya yang hanya berlath sebulan saja
mengeluh hingga habis peluh? Saya sungguh malu dan merasa tertampar saat itu
juga, saya harus belajar merdeka. Paling tidak merdeka untuk saya sendiri,
dengan tidak terlau banyak mengeluh dan melakukan sesuatu dengan tulus dan
sungguh-sungguh.
#CatatanDariKamar #13
Belum ada Komentar untuk "Piagam Penghargaan"
Posting Komentar